DISTRIBUTOR PT. NATURAL NUSANTARA

Jl. Manalagi No. 29, Gunungsari Kec / Kab. Madiun - Jawa Timur 63151

Beauveria Bassiana : Musuhnya Wereng & Walang Sangit



Serangan wereng sejak tahun 2010 telah memberikan kerugian yang sangat besar bagi petani. Jika ditelaah, ledakan populasi wereng ini sebenarnya tak lepas dari ulah manusia sendiri, tentu saja karena faktor iklim yang mengalami perubahan. Beberapa faktor yang dapat ditemui sebagai penyebab meledaknya hama wereng adalah: 1. Terjadinya iklim La-Nina pada tahun 2010 ditandai dengan musim kemarau basah karena banyaknya curah hujan. Kondisi lembab adalah kondisi yang sangat disukai oleh hama dan penyakit; 2. Air melimpah sehingga tanam padi tak serempak; 3. pemupukan N yang berlebihan sehingga menyebabkan turunnya daya tahan tanaman terhadap serangan penyakit; 4. Penggunaan insektisida yang tidak tepat dan berlebihan menyebabkan matinya musuh alami dan terjadinya resistensi beberapa jenis hama termasuk wereng. Seprti apakah musuh alami yang efektif untuk wereng? bagaimana mekanisme agens hayati membunuh wereng?
Penggunaan agens hayati menjadi salah satu metode yang ampuh untuk mengatasi serangan hama wereng. Agens hayati yang dianjurkan adalah Beauveria bassiana. Fungi ini ditemukan pada abad ke 18 di Prancis dan Italia, di mana produksi sutra penting dalam abad 16 dan 17, kerugian berat larva ulat dialami setiap tahun dari "muscardine". Pada tahun 1835, ilmuwan Italia Agostino Bassi de Lodi (disebut sebagai "Bapak Patologi Serangga") menunjukkan bahwa masalah yang mempengaruhi ulat sutera sebenarnya disebabkan oleh jamur yang berkembang biak pada tubuh serangga. Ini adalah mikroorganisme pertama yang diakui sebagai agen hayati yang menyerang hewan. Ya memang, patogen hewan pertama yang harus dipahami adalah serangga, bukan manusia! Jamur  tersebut kemudian disebut Beauveria bassiana untuk menghormati penemunya. Mumi putih yang sangat khas dan terlihat dari ulat yang terkena serangan jamur tersebut memunculkan nama muscardine, yang berasal dari kata Perancis untuk kembang gula yang menyerupai spesimen mumi. Hari ini muscardine merujuk kepada jamur serangga atau penyakit yang disebabkan oleh jamur.








 Gambar serangga yang terserang B.Bassiana
(berbagai sumber)

Beauveria adalah jamur alami dalam tanah sepanjang timur laut (dan dunia), Dan telah diteliti untuk pengendalian serangga tular tanah (misalnya kumbang Mei di Eropa, batang Argentina kumbang di Selandia Baru). Banyak serangga tanah, mungkin memiliki toleransi yang alami untuk patogen ini, yang tidak dipamerkan pada banyak hama daun. Oleh karena itu, pengembangan komersial dari jamur ini terutama ditujukan untuk pengendalian biologis terhadap  hama daun. 

Beauveria bassiana membunuh hama melalui infeksi sebagai akibat dari serangga yang kontak dengan spora jamur. Serangga dapat kontak dengan spora jamur melalui beberapa cara: semprotan jamur menempel pada tubuh serangga, serangga bergerak pada permukaan tanaman yang sudah terinfeksi jamur, atau dengan memakan jaringan tanaman yang telah diperlakukan dengan jamur (yang terakhir ini bukan metode utama penyerapan). Setelah spora jamur melekat pada kulit serangga (kutikula), mereka berkecambah membentuk struktur (hifa) yang menembus tubuh serangga dan berkembang biak. Ini mungkin memakan waktu 3-5 hari untuk serangga mati, tapi mayat yang terinfeksi dapat berfungsi sebagai sumber spora untuk penyebaran sekunder jamur. Serangga juga dapat menyebarkan jamur melalui perkawinan. Kelembaban tinggi dan air bebas (aw) meningkatkan aktivitas dari konidia dan proses infeksi serangga. Spora jamur mudah dibunuh oleh radiasi matahari dan menginfeksi dengan optimal pada suhu dingin hingga suhu moderat.

Pedoman Umum: Rentang keberhasilan penyemprotan menggunakan fungi ini akan tergantung pada kerentanan spesies yang bersangkutan, tingkat populasi hama, dan kondisi lingkungan pada saat aplikasi. Namun di sini adalah beberapa poin untuk diingat:
  1. Pengamatan sebelum penyemprotan.
    Sebelum penyemprotan, lakukan pengamatan agar waktu penyemprotan sesuai dan efektif. 
    Berlaku hanya apabila serangga terlihat pada tanaman dan tidak berlaku sebagai semprotan pencegahan karena residu dapat hilang dalam beberapa hari.
  2. Sebuah aplikasi tunggal mungkin tidak cukup.
    Beberapa aplikasi berulang mungkin diperlukan untuk memberikan kontrol yang memadai, karena jamur cepat dipecah oleh sinar matahari dan tercuci oleh hujan. Ada bukti bahwa jamur dapat melewati musim dingin dan aplikasi berulang-kali dapat meningkatkan efektivitas untuk beberapa serangga
  3. Gunakan terhadap fase awal serangga.
    B. bassiana lebih efektif pada tahap muda serangga dari pada tahap yang lebih tua (misalnya larva besar atau orang dewasa).
  4. Pertimbangkan kompatibilitas. Jangan mencampur tangki dengan fungisida yang tidak diperbolehkan Menerapkan semprotan fungisida kimia dalam rentang waktu 4 hari setelah aplikasi B. bassiana juga dapat mengurangi kemanjurannya.
  5. Kelembaban adalah faktor pendukung.
    Beauveria mungkin akan lebih efektif dalam kondisi kelembaban relatif tinggi.
Pengalaman saya dilapangan, penggunaan agens hayati ini memang efektif untuk pengendalian wereng, dengan syarat waktu pengendaliannya tepat dan sesuai dengan siklus hidup wereng. Namun karena agens hayati memiliki beberapa kelemahan (lihat disini), petani menjadi tidak sabar dan cenderung menganggap agens hayati ini kurang manjur. Perlu diberikan pendampingan dan pemahaman dalam penggunaan setiap agens hayati.

Semoga artikel ini bermanfaat. Terus perjuangkan budaya kembali ke alam. 

Referensi:
Susan Mahr. 1997. The Insect Fungus Beauveria bassiana. Midwest Biological Control News. http://www.entomology.wisc.edu
Long, D.W., G.A. Drummond, E. Groden. 2000. Horizontal transmission of Beauveria bassiana. Agriculture and Forest Entomology 2:11-17. NOP. 2000. USDA National Organic Program Regulations, 7CFR 205.206(e) http://www.ams.usda.gov/nop
Goettel, M. S., G. D. Inglis and S.P. Wraight. 2000. Fungi, pp.255- 282. In Field Manual of Techniques in Invertebrate Pathology. Eds. L.A. Lacey and H. K. Kaya. Kluwer Academic Press.

TENTANG AGENS HAYATI



Sobat NASA, kondisi pertanian kita semakin memprihatinkan. Tanah semakin rusak akibat pemupukan kimiawi yang tak semimbang, penggunaan pestisida yang berlebihan menyebabkan kerusakan ekosistem. Tentu dibalik kondisi ini masih ada semangat untuk kembali kepada pertanian yang sehat dan alami. Salah satunya adalah gencaranya penggunaan pestisida nabati dan agen hayati dalam pengendalian organisme pengganggu tanaman. 

Pengendalian hayati akhir-akhir ini juga banyak mendapat perhatian dunia dan sering kali dibicarakan di dalam seminar atau kongres, serta ditulis dalam naskah jurnal atau pustaka, khususnya yang berkaitan dengan penyakit tanaman. Pengendalian penyakit tanaman dengan menggunakan agens pengendali hayati muncul karena kekhawatiran masyarakat dunia akibat penggunaan pestisida kimia sintetis. Adanya kekhawatiran tersebut membuat pengendalian hayati menjadi salah satu pilihan cara mengendalikan patogen tanaman yang harus dipertimbangkan (Soesanto, 2008).
Pengertian agens hayati menurut FAO (1988) adalah mikroorganisme, baik yang terjadi secara alami seperti bakteri, cendawan, virus dan protozoa, maupun hasil rekayasa genetik (genetically modified microorganisms) yang digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Pengertian ini kemudian dilengkapi dengan definisi menurut FAO (1997), yaitu organisme yang dapat berkembang biak sendiri seperti parasitoid, predator, parasit, artropoda pemakan tumbuhan, dan patogen.
Mengingat pentingnya pengembangan agen hayati dalam pertanian, Indonesia pun mengeluarkan definisi melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor 411 tahun 1995, yaitu setiap organisme yang meliputi spesies, subspesies, varietas, semua jenis serangga, nematoda, protozoa, cendawan (fungi), bakteri, virus, mikoplasma, serta organisme lainnya dalam semua tahap perkembangannya yang dapat dipergunakan untuk keperluan pengendalian hama dan penyakit atau organisme pengganggu, proses produksi, pengolahan hasil pertanian, dan berbagai keperluan lainnya.
Penggunaan agen hayati diyakini memiliki kelebihan karena sesuai dengan prinsip keseimbangan ekosistem. Memanfaatkan musuh alami dari hama dan penyakit pengganggu tanaman pertanian. 


Agen Hayati memiliki kelebihan:
  1. Selektif, artinya mikroba dalam agen hayati tidak akan menyerang organisme yang bermanfaat bagi tumbuhan karena agen hayati hanya akan menyerang hama penyakit sasaran.
  2. Sudah tersedia di alam. Sebenarnya secara alami agen hayati sudah tersedia dialam, namun karena penggunaan pestisida yang tidak sesuai menyebabkan keseimbangan ekosistem mulai goyah dan populasinya terganggu.
  3. Mampu mencari sasaran sendiri, karena agen hayati adalah makhluk hidup yang bersifat patogen bagi organisme pengganggu, maka agen hayati dapat secara alami menemukan hama dan penyakit sasarannya.
  4. Tidak ada efek samping.
  5. Relatif murah.
  6. Tidak menimbulkan resistensi OPT sasaran.
Kekurangan agen hayati:
  1. Bekerja secara lambat. Kondisi ini seringkali membuat petani tidak sabar menunggu hasilnya dan menganggap agen hayati tidak manjur. Akhirnya petani kembali beralih ke pestisida kimiawi.
  2. Sulit diprediksi hasilnya. Perkembangbiakan agen hayati setelah diaplikasikan sangat tergantung dengan ekosistem pada saat pengaplikasian. Jika kondisinya mendukung, maka pertumbuhan agen hayati akan maksimal.
  3. Lebih optimal jika digunakan untuk preventif, karena membutuhkan waktu untuk pertumbuhannya. Kurang cocok digunakan untuk kuratif, apalagi saat terjadi ledakan hama karena bekerja secara lambat.
  4. Penggunaan sesering mungkin.
  5. Pada jenis hayati tertentu sulit dikembangkan secara massal. 


Link : http://www.sehatcommunity.com/2011/06/belajar-tentang-agens-hayati.html#axzz20pIRqtJC

BUDIDAYA PEMBESARAN LELE KOLAM TERPAL


1.       Pendahuluan.  
Lele merupakan jenis ikan yang digemari masyarakat, dengan rasa yang lezat, daging    empuk, duri teratur dan dapat disajikan dalam berbagai macam menu masakan. PT. NATURAL NUSANTARA dengan prinsip K-3 (Kuantitas, Kualitas dan Kesehatan) membantu petani lele dengan paket produk dan teknologi.

2.       Tahap Proses Budidaya.
  1. Pembuatan Kolam.
Teknik pembesaran lele menggunakan terpal dapat di bilang merupakan trend baru dalam budidaya pembesaran lele saat ini. Kelebihan / keuntungan pemilihan kolam terpal sebagai tempat pembesaran lele di antaranya :
1.       Lebih efisien dalam menyesuaikan luasan lahan
2.       Dapat di aplikasikan di pekarangan rumah tanpa membuat lubang galian tanah
3.       Kontrol dalam perawatan kesehatan lebih terjamin
4.       Terhindar dari hewan pemangsa lain
5.       Fleksibel, jika tidak digunakan lagi tinggal menggulung terpal
6.       hasil budidaya tidak berbau tanah
7.       Kontrol air dan Ph air lebih teratur

Contoh kolam lele menggunakan terpal;

 
  1. Persiapan Lahan.
Pada tipe kolam berupa bak, persiapan kolam yang dapat dilakukan adalah :
·          Pembersihan bak dari kotoran/sisa pembenihan sebelumnya.
·     Penjemuran bak agar kering dan bibit penyakit mati. Pemasukan air dapat langsung penuh dan segera diberi perlakuan TON (Tambak Organik Nusantara). untuk menetralkan berbagai racun dan gas berbahaya hasil pembusukan bahan organik sisa budidaya sebelumnya dengan dosis 5 botol TON/ha atau 25 gr (2 sendok makan)/100 m2. Penambahan pupuk kandang juga dapat dilakukan untuk menambah kesuburan lahan.
·        Biarkan selama 3 - 4 hari setelah perlakuan TON untuk menumbuhkan plankton sebagai pakan alami lele.

  1. Pemindahan Bibit
Siapkan bibit sebanyak 2000 ekor ukuran 3 – 5 cm. Untuk ukuran kolam 3 m x 4 m x 1 m. Pemakaian bibit sebaiknya ukuran yang telah memakan pellet butiran (F 999). Hal ini untuk mempermudah dalam pemeliharaan dan pemberian makan, agar tidak terjadi banyak kematian. Bibit yang baru dibeli (baru tiba) jangan langsung dimasukkan kedalam kolam Bibit yang ada dalam bungkusan plastik dimasukkan ke dalam ember kemudian ditambahkan air kolam sedikit demi sedikit, penambahan air tersebut dilakukan hingga 3 kali. Agar bibit lele dapat beradaptasi dengan suhu air di dalam kolam.

  1. Perawatan Lele dumbo dalam Kolam Terpal
Perawatan ikan lele di kolam terpal pada umumnya tidak berbeda dengan perawatan di kolam lainnya. Beberapa perawatan lele yang perlu diperhatikan dalam kolam terpal adalah sebagai berikut :
1.       Penambahan air dan Pergantian air
Bila air dalam kolam terpal berkurang karena proses penguapan maka tambahkan air hingga tinggi air kembali pada posisi normal. Penambahan air dilakukan dari tinggi air 30 cm hingga menjadi 80 cm. secara bertahap setiap bulannya (dalam sebulan air perlu ditambah 15 – 20 cm).
2.  Pergantian air dilakukan saat air mulai tampak kotor (hal ini ditandai dengan ikan mulai menggantung). Pegantian air sampai umur 2 bulan biasanya dilakukan 2 kali. Kemudian di bulan ketiga dilakukan 2 minggu sekali (hal ini dilakukan karena pada bulan ketiga pemberian makan semakin banyak dan populasi ikan semakin padat). Pergantian air dengan cara membuka saluran pengeluaran (paralon) hingga air tinggal sedikit (hampir kering). Pada saat pergantian air biasanya dilakukan penyortiran dengan memisahkan ikan yang pertumbuhan sangat cepat. Bila setelah pergantian air dilakukan beberapa hari kemudian air kelihatan coklat dan berbau anyir maka perlu dilakukan penambahan dan pengurangan air (sirkulasi air masuk dan keluar).
3.       Pemberian TON (Tambak Organik Nusantara)
Aplikasikan TON setiap habis dilakukan penggantian air pada kolam dengan dosis yang sama seperti pada persiapan lahan, hal ini bertujuan untuk mencegah lele stress pada waktu penambahan air, ciri perlakuan TON ; air akan berwarna hijau cerah, menandakan banyak terdapat plankton.
4.       Pemberian Pakan
Pemberian pakan lele dumbo harus disesuaikan dengan besar mulut ikan. Pakan yang diberikan adalah pakan dari pabrik Untuk kegiatan pembesaran ikan maka pemberian pakan awal adalah f 999 sampai umur ikan 2 minggu, kemudian 781-2 sampai umur ikan 2 bulan dan 781 sampai umur ikan siap panen yaitu 3 bulan. Perbandingan hasil panen dengan pakan yang diberikan adalah 1 : 1 (konfersi pakan 1 kg menghasilkan 1 kg daging ikan). Bahkan ada petani yang konfersi pakannya 0,8 : 1 artinya 0,8 kg pakan menghasilkan 1 kg daging ikan.
Penekanan biaya pakan yang diberikan dapat dilakukan dengan cara memberikan pakan tambahan berupa usus ayam dan keong mas saat ikan berusia 1 bulan samapai 3 bulan.
Pemberian bangkai ayam atau usus ayam haruslah yang masih segar kemudian direbus lalu diberikan ikan. Sedangkan pemberian pakan keong mas dilakukan dengan cara merebus keong mas didinginkan dan kemudian dicungkil daging keong mas dengan lidi atau paku lalu diberikan pada ikan sesuai dengan kebutuhan.
Untuk mempercepat pembesaran dan meningkatkan kualitas daging lele, berikan POC NASA dan Hormonik, dengan cara :
1.       Larutkan 2 tutup POC NASA + 1 tutup Hormonik pada 1 liter air dalam hand sprayer.
2.       tiriskan pakan yang akan di berikan dalam wadah
3.       semprotkan tipis cairan POC NASA + Hormonik ke arah pakan secara merata
4.       Angin-anginkan pakan sampai tidak terasa lembab
5.       Pakan siap diberikan

  1. Panen
Panen ikan lele dikolam terpal dapat dilakukan dengan cara panen sortir atau dengan panen sekaligus (semua).
Panen sortir adalah dengan memilih ikan yang sudah layak untuk dikonsumsi (dipasarkan) biasanya ukuran 5 samapai 10 ekor per kg. atau sesuai dengan keinginan pasar, kemudian ukuran yang kecil dipelihara kembali.
Panen sekaligus biasanya dengan menambah umur ikan agar ikan dapat dipanen semua dengan ukuran yang sesuai keinginan pasar.

Catatan :
Ciri lele hasil budidaya NASA ;
1.       Lele lincah dan gesit
2.       Dagingnya kenyal
3.       Tidak terjadi penurunan berat badan saat panen akibat lele mengalami stress
4.       Ketika di goreng daging tidak menyusut di karenakan kandungan lemak yang meleleh akibat panas
5.       Ukuran badan sama dengan ukuran kepala (menandakan lele benar-benar gemuk)

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Justin Bieber, Gold Price in India